fbpx

PEMERINTAH Indonesia perlu sistem yang terintegrasi dalam pengolahan tata ruang darat dan laut. Sistem yang ada saat ini ternyata masih sangat sulit dan tidak berdampak pada pelestarian darat dan laut. Hal tersebut disampaikan Rektor IPB Prof Arif Satria di sela-sela acara Konferensi Internasional ke-4 Integrated Coastal Management (ICM) &  Marine Biotechnology di Kuta, Bali selama dua hari mulai Selasa (12/9). Kegiatan itu diselenggarakan oleh Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan, IPB University, ATSEA, Archipelagic & Island States Forum, dan DAAD.

Sebanyak 13 negara (Timur Leste, Australia, Fiji, Madagaskar, Philipina, Vietnam, Tiongkok, Indonesia, Australia, Argentina, Papua Nugini, Malaysia, dan Thailand) hadir dengan 153 peserta turut bagian menampilkan presentasinya.

Menurut Satria, tata ruang di darat dan pesisir berdampak pada ekosistem laut yang bersih dan kaya sumber daya laut. Namun yang terjadi selama ini adalah antara tata ruang darat dan laut tidak terintegrasi dengan baik.”Yang terjadi selama ini adalah penataan kawasan atau tata ruang di darat dan di laut itu hanya sebagai tata ruang administratif dan bukan tata ruang ekologis. Saat beralih ke tata ruang ekologis, harus melampaui wilayah yang hanya administratif. Bila tidak maka pencemaran laut Indonesia akan semakin parah, sementara kerusakan ekologis di darat juga tidak tertangani dengan baik,” ujarnya.

Fakta yang terjadi selama ini, penyusunan tata ruang darat dan laut dilakukan secara terpisah. Ini yang tidak disadari oleh para pengambil kebijakan di Indonesia. Padahal sesungguhnya, perlu ada tata ruang yang holistik antara darat dan laut. Ia mencontohkan, pengambilan air bawah tanah yang berlebihan dan masif juga bisa berdampak pada ekosistem darat dan laut. Permukaan tanah terus menurun dan intrusi air laut terus terjadi.

Baca selanjutnya di Media Indonesia

SEARCH